Laporan Kunjungan
Teknologi
Pengelolaan Sampah
“Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Medokan Ayu ”
Oleh :
M. Dovan
Yazend. R (1552010080)
Tiara Nur
Maymuna (1652010019)
Anis Zusrin
Qonita (1652010027)
Ahmad Yoga
Prasetya (1652010036)
Agfian
Ijlal Ramadhan (1652010061)
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS
TEKNIK
PROGRAM
STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
2017
DAFTAR ISI
Cover
......... 2.1 Pengertian Sampah
......... 2.2
Klasifikasi Sampah
......... 2.3 Pengolahan Sampah
......... 2.4 Metode Pengomposan
......... 2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Pengomposan
......... 2.6 Manfaat Kompos
......... 3.1 Lokasi TPST (Pengolahan Kompos)
......... 3.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara
......... 4.1 Proses Pengolahan Pupuk Kompos TPST
Medokan Ayu
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sampah
adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu
yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh
manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human waste
tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Sumber
sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar,
warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
Sampah
merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.
Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam
proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya
produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut
berlangsung (wikipedia).
Berdasarkan
komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80%
merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat
digunakan kembali (Outerbridge, ed., 1991).
Kita tahu masalah sampah di Indonesia saat ini
sudah mencapai tingkat permasalahan yang cukup serius,dan sungguh sangat
memprihatinkan. Hal tersebut terjadi bukan hanya karena masalah pengelolaan
yang minim, tapi juga karena suatu budaya buruk akan masyarakat yang senantiasa
tidak peduli akan kebersihan lingkungan. Bagi sebagian besar orang, sampah
adalah masalah yang tidak menarik untuk dibicarakan, karena ada banyak hal lain
yang lebih menarik dan lebih penting.
Sudah bertahun-tahun lamanya, bahkan sejak dulu
kala, masalah sampah dianggap bukanlah sebagai masalah. Bagi mereka, jika
sampah sudah dibuang, maka masalah sudah selesai. Tapi, benarkah jika sampah
sudah dibuang maka masalah selesai? Mereka lupa bahwa tempat dimana sampah
dibuang itu sangat penting, karena sebenarnya sampah yang tidak dibuang pada
tempatnya akan menimbulkan banyak masalah. Sampah yang dibuang secara
sembarangan di jalan, akan membuat kota menjadi kotor. Sampah yang dibuang di
sungai akan mencemari air sungai dan menimbulkan banjir. Bahkan sampah yang
dibuang di Tempat Pembuangan Akhir pun bisa menjadi masalah.
Pengolahan sampah itu sendiri ada berbagai macam cara. Pengomposan,
pendaurulangan, pemanfaatan energi altenatif adalah terobosan baru untuk
menanggulangi penggunungan sampah yang terjadi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas ini adalah untuk mengetahui
dan mempelajari tahap pengolahan pupuk kompos TPST Fakultas Pertanian
UPN “VETERAN” Jawa Timur.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah
adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi
dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18
tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
dari proses alam yang berbentuk padat.
Untuk
mempertegas pengertian sampah adalah sesuatu benda padat yang sudah tidak di
pakai lagi oleh manusia atau benda padat yang sudah di gunakan lagi dalam suatu
kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat amerika membuat
batasan sampah (waste) adalah suatu yang tidak dipakai tidak disenangi, atau
sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi
dengan sendirinya. Dari batasan ini
jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang sudah di buang
karna sudah tidak berguna. Sehingga bukan semua benda padat yang tidak di
gunakan dan di buang disebut sampah, misalnya : benda-benda alam benda-benda
yang keluar dari bumi akibat dari gunung meletus, banjir, pohon di hutan yang
tumbang akibat angin rebut dan sebagainya. (Notoatmojo, 2007 : 187-188,).
Dengan demikian sampah mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1. Adanya suatu benda atau benda padat
2. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan manusia
3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi
2.2 Klasifikasi Sampah
Sampah dapat
diklasifikasikan dengan berbagai cara tergantung dari kondisi yang dianut oleh
kebijakan negara setempat. Penggolongan ini dapat didasarkan atas sumber
sampah, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadinya, sifat, dan jenisnya.
Penggolongan ini sangat penting dalam penentuan penanganan dan pemanfaatan
sampah.
2.2.1
Klasifikasi sampah
berdasarkan sumbernya, yaitu:
a. Sampah
Domestik/Pemukiman Penduduk
Jenis
sampah yang dihasilkan biasanya berupa sisa makanan, bahan-bahan sisa dari
pengolahan makanan atau samapah basah (garbage), dan sampah kering (rubbish).
b. Sampah
Komersil
Sampah
yang berasal dari toko, restoran, hotel, dan perkantoran. Jenis sampah yang
dihasilkan berupa sampah makanan, kertas, karton, plastik, kaca, logam, sampah
khusus, dan kadang-kadang sampah B3.
c. Sampah
Institusi
Sampah
institusi antara lain sekolah, rumah sakit, penjara, dan pusat pemerintahan.
Jenis sampah yang dihasilkan berupa sampah makanan, kertas, karton, plastik,
kaca, logam, sampah khusus, dan kadang-kadang sampah B3.
d. Sampah
Konstruksi dan Pemugaran
Sampah
yang berasal dari kegiatan konstruksi, remodeling, perbaikan perumahan, dan
perbaikan bangunan komersil. Sampah yang dihasilkan berupa batu bara, beton,
plester, dan lain-lain. Sampah pemugaran adalah sampah yang berasal dari
reruntuhan bangunan, jalan retak, trotoar, dan jembatan. Jenis sampah yang
dihasilkan adalah kaca, plastik, baja, dan juga sama dengan sampah konstruksi.
e. Sampah
Pelayanan Kota
Sampah
pelayanan kota terdiri atau sampah
penyapuan jalan, sampah taman, pantai, dan sampah sarana rekreasi. Lumpur
instalasi pengolahan dan sisa-sisa lain yang termasuk ke dalam jenis ini
berasal dari pengolahan air minum, pengolahan air buangan, dan pengolahan
limbah industri.
f. Sampah
Industri
Macam
dan jenis sampah yang dihasilkan tergantung kepada jenis industri.
g. Sampah
Pertanian
Sampah
jenis ini berasal dari aktifitas pertanian seperti kegiatan penanaman, panen,
peternakan, dan pemupukan. Pada umumnya sampah jenis ini bukan merupakan
tanggung jawab dari pihak persampahan kota.
2.2.2 Klasifikasi sampah berdasarkan kandungan
organik dan anorganik, yaitu:
a.
Sampah Basah (Garbage)
Sampah
basah adalah sampah yang mengandung unsur-unsur organik, sifatnya mudah terurai
dn membusuk, dan akan menghasilkan air lindi. Sampah golongan ini merupakan
sisa-sisa makanan dari rumah tangga, hasil sampingan kegiatan pasar.
b.
Sampah kering
Sampah
kering adalah sampah yang mengandung unsur-unsur anorganik, tidak membusuk,
tidak mudah terurai, dan tidak mengandung air. Sampah kering terdiri atas:
a. Sampah
yang mudah terbakar (combustible) seperti kayu, kertas, kain, dan lain-lain.
b. Sampah
tidak mudah terbakar (non combustible) seperti logam, kaca, keramik, dan
lain-lain.
c. Abu
(Dust/Ash)
Abu adalah sampah yang
mengandung unsur organik dan anorganik yang berasal dari proses atau kegiatan
pembakaran.
2.2.3 Klasifikasi sampah bersasarkan komposisinya
a. Sampah
yang berseragam
Sampah yang berasal
dari kegiatan industri pada umumnya termasuk pada sampah seragam serta sampah
perkantoran yang terdiri atas kertas, karton, dan kertas karbon.
b. Sampah
yang tidak seragam (campuran)
Sampah campuran berasal
dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum.
2.3 Pengolahan Sampah
a. Prinsip 4-R
Prinsip-prinsip
yang dapat diterapkan dalam penanganan sampah misalnya dengan menerapkan
prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan
sampah dengan cara Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle
(mendaur ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah Replace (mengganti) mulai dari
sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan
Replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4-R sangat penting untuk
dilaksanakan dalam Universitas Sumatera Utara rangka pengelolaan sampah padat
perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya
pengelolaan sampah.
a.
Reduce
Prinsip Reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin melakukan minimalisasi barang atau material yang digunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan (Suyoto, 2008)
Prinsip Reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin melakukan minimalisasi barang atau material yang digunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan (Suyoto, 2008)
b. Reuse
Prinsip reuse dilakukan dengan
cara sebisa mungkin memilih barang-barang yang bisa dipakai kembali. Dan juga
menghindari pemakaian barang-barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat
memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. (Suyoto, 2008)
c. Recycle
Prinsip recycle
dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna
lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini
sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan
sampah menjadi barang lain (Suyoto, 2008)
d. Replace
Prinsip replace dilakukan
dengan cara lebih memperhatikan barang yang digunakan sehari-hari. Dan juga
mengganti barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih
tahan lama. Prinsip ini mengedepankan penggunaan bahan-bahan yang ramah
lingkungan seperti mengganti kantong plastik dengan keranjang saat berbelanja,
atau hindari penggunaan styrofoam karena banyak mengandung zat kimia berbahaya.
b. Pengomposan
Kompos
merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organik sehingga berubah bentuk,
berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Pengomposan merupakan proses
penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme
dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga dapat dihasilkan bahan
yang dapat digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan (Santoso, 1998).
2.4 Metode Pengomposan
Proses
pengomposan baik secara aerob dan anaerob dapat diterapkan dalam pengolahan
sampah kota. Umumnya proses anaerob lebih komplek dibandingkan proses aerob.
Proses anaerob memungkinkan produksi energi dalam bentuk gas metan yang dapat
dimanfaatkan lebih lanjut. Sebaliknya proses aerob memerlukan energi karena
suplay oksigen harus diberikan agar proses penguraian sampah berlangsung
optimum. Namun demikian, proses aerob memiliki kelebihan yakni mudah
pengoperasiannya dan bila dilakukan dengan benar dapat mereduksi volume sampah
kota khususnya materi organiknya. Tabel 2.1 memperlihatkan masing-masing proses
pengomposan aerob dan anaerob.
Tabel 2.1
Perbandingan Proses Pengomposan Aerob dan Anaerob
Karakteristik
|
Aerob
|
Anaerob
|
Pemakaian
energi
|
Pemakai
energi
|
Penghasil
energi
|
Produk
akhir
|
Humus,CO2,H2O
|
Lumpur,CO2,CH4
|
Reduksi
volume sampah
|
Mencapai
50 %
|
Mencapai
50 %
|
Waktu
pengomposan
|
20-30 hari
|
20-40 hari
|
Tujuan
Primer
|
Reduksi
volume
|
Produk
energi
|
Tujuan
Sekunder
|
Produk
kompos
|
Reduksivolume,stabilisasisampah.
|
Sumber : Winarko & Darjati,2003
Pengomposan
aerob merupakan proses penguraian secara biologis yang paling banyak diterapkan
dalam merubah materi organik sampah kota menjadi materi yang stabil menyerupai
humus atau lebih dikenal kompos. Bahan kompos yang paling banyak diterapkan
adalah :
- Sampah kebun atau halaman.
- Sampah kota telah dipisahkan
materi organiknya.
- Komposting bersama lumpur air
buangan.
2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Setiap
organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan
yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan
bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya
kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke
tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses
pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain:
1. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif
untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah
senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada
rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N
untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan
kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
2. Ukuran
Partikel
Aktifitas mikroba
berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan
meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan
berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar
bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
3. Aerasi
Pengomposan yang cepat
dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan
terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar
dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan
oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat,
maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di
dalam tumpukan kompos.
4. Porositas
Porositas adalah ruang
diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur
volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air
dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila
rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses
pengomposan juga akan terganggu.
5.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang
peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak
langsung berpengaruh pada ketersediaan oksigen. Mikroorganisme dapat
memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembaban 40-60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.
Apabila kelembaban di bawah 40%, aktifitas mikroba akan mengalami penurunan dan
akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari
60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktifitas mikroba
akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak
sedap.
6.
Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari
aktifitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara
30-60oC menunjukkan aktifitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi
dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba termofilik saja yang
akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma.
7. pH
Proses pengomposan
dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. H yang optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar
antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan
pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan
asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH, sedangkan
produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan
pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral.
8. Kandungan hara
Kandungan P dan K juga
penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos
dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses
pengomposan.
9. Kandungan bahan berbahaya
Beberapa bahan organik
mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba.
Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, dan Cr adalah beberapa bahan yang
termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan.
10. Lama
pengomposan
Lama waktu pengomposan
tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang
digunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami,
pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga
kompos benar-benar matang.
2.6 Manfaat Kompos
Kompos
ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan
tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan
meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan
tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktifitas mikroba tanah yang
bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktifitas
mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan
menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktifitas
mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan
penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos
memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek yakni sebagai berikut
(Isroi, 2008) :
1. Aspek
Ekonomi
a.
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah
b.
Mengurangi volume/ukuran limbah
c.
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
2. Aspek
Lingkungan
a.
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
b.
Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
3. Aspek bagi
tanah/tanaman
c.
Meningkatkan kesuburan tanah
d.
Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
e.
Meningkatkan kapasitas serap air tanah
f.
Meningkatkan
aktifitas mikroba tanah
g.
Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi,
dan jumlah panen)
h.
Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
i. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit
tanaman
j. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara
di dalam tanah
Pada
dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik tanah yang
selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura
(buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini
hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan,
penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang
kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada
perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan
7 bulan menjadi 5-6 bulan.
Kompos
membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih masif.
Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat dan
aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik,
lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja akan
menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea,
SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika
keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif.
Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut
secara masing-masing.
Sampah
organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis mikroba,
binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian ini memerlukan
kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok kondisinya,
makin cepat pembentukan kompos, dalam 4–6 minggu sudah jadi. Apabila sampah
organik ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi kompos. Dalam
proses pengomposan akan timbul panas karena aktifitas mikroba. Ini pertanda
mikroba mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal
untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 450-650C. Jika terlalu panas
harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari.
BAB
III
ANALISIS
DATA
3.1
Lokasi TPST
(Pengolahan Kompos)
Jalan Medokan
Asri Tengah VI Rungkut Surabaya Jawa
Timur.
3.2 Hasil pengamatan dan wawancara
Nama : Bapak Jakfran
Hasil
wawancara :
1. Apa saja
bahan untuk pembuatan kompos di TPST ini ?
Jawab:
Bahannya dari perantingan taman
jalan, pohon tumbang dan air.
2. Apa saja
peralatan yang digunakan dalam pembuatan kompos ?
Jawab:
Mesin pencacah dan sekop untuk
membalik tumpukan sampah
3. Bagaimana proses
pembuatan kompos ?
Jawab:
Sampah
tersebut dipilah setelah di pilah dicacah lalu ditumpuk, setiap tiga hari
sekali di siram dan dibalik.
4. Berapa lama
proses pembuatan kompos?
Jawab :
Tujuh kali
balikan ( 21 hari).
5. Berapa pupuk
kompos yang dihasilkan setiap satu kali produksi ?
Jawab :
Sebanyak
±33 m3.
6. Bagaimana
sistem trasportasi pupuk kompos yang sudah matang ?
Jawab :
Diangkut
menggunakan dump truck atau pick up.
7. Digunakan
untuk apakah hasil pupuk kompos dari TPST Medokan Ayu ?
Jawab :
Untuk
keperluan tanaman perkotaan dan tidak diperjual belikan.
8. Bagaimana prosedur
pemohonan pupuk kompos di TPST Medokan Ayu?
Jawab :
Surat
pemohonan pupuk kompos untuk jumlah yang kecil sampai sedang, sedangkan membuat
proposal untuk jumlah yang cukup banyak.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1
Proses Pengolahan Pupuk Kompos TPST Medokan Ayu
1.
Pemilahan Sampah
Tahap
pertama yaitu pemilahan sampah. Sampah yang dapat diolah menjadi kompos adalah
sampah organik khususnya sampah dedaunan, ranting pohon. Semakin basah atau
lembab sampah tersebut waktu yang dibutuhkan dalam pengolahan kompos semakin
sedikit
2.
Pencacahan
Selanjutnya
sampah yang sudah dipilah, dicacah terlebih dahulu dengan menggunakan mesin
pencacah.
3.
Penumpukan
Sampah
yang sudah dicacah dikumpulkan menjadi satu dan ditumpuk karena proses
pembuatan yang ada TPST Medokan Ayu adalah proses terbuka mengingat jumlah
sampah yang diolah besar. Jika sampah yang akan diolah tersebut dalam keadaan
kering maka harus dibasahi terlebih dahulu.
4.
Pengadukan atau
Membalikkan
Pengadukan
dan proses pengomposan TPST Medokan Ayu dilakukan pada wadah terbuka. Pengadukan
dilakukan secara rutin 3 hari sekali dengan pembasahan sampah yang diolah.
Pembasahan tersebut dilakukan dengan air selokan karena tidak adanya air bersih
yang cukup tersedia pada TPST Medokan Ayu. Akan tetapi, air selokan tersebut
tidak berpengaruh pada proses pembuatan pupuk kompos. Proses pembuatan pupuk
kompos berlangusng selama 21 hari lamanya normal seperti pembuatan pupuk kompos
pada umumnya.
4.2 Hasil TPST
Medokan Ayu
Hasi
TPST Medokan Ayu adalah pupuk kompos
sebanyak ±33m3./ produksi yang digunakan untuk keperluan taman perkotaan
Surabaya dan tidak dipejualbelikan. Jika Suatu instansi ingin memperoleh pupuk
kompos yang diolah pada TPST Medokan Ayu harus menggunakan surat permohonan
pupuk kompos dalam skala kecil dan proposal untuk skala besar.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
Tempat
Pengolahan Smapah Terpadu Medokan Ayu fokus pada pengolahan kompos dengan bahan
perantingan jalan, dan daun.
2.
Tahap pengolahan
kompos terdiri atas pemilahan sampah, pencacahan, penumpukan dan pengadukan
atau Membalikkan
3.
Hasil dari
pengolahan kompos tersebut berwujud pupuk biasa
4.
Volume yang
dihasilkan oleh pengolahan tersebut sebanyak ±33m3./ produksi
5.
Hasil olahan
tersebut hanya digunakan untuk keperluan tanaman perkotaan Surabaya dan intansi
dengan prosedur yang berlaku.
5.2
Saran
Perlu adanya air bersih dan tempat yang luas pada TPST Medokan ayu untuk
proses pengolahan pupuk kompos agar mendapatkan hasil yang lebih berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Suyoto,
Bagong. 2008. Fenomena Gerakan Mengelola Sampah. Jakarta. PT Prima Infosarana
Media
Santoso,
H. B., 1998. Pupuk Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Damanhuri,
Enri. 2008. Diktat Kuliah Pengelolaan
Sampah TL-3104. Bandung
Soma,Soekmana.
2010. Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan.
Bogor: IPB Press
Komentar
Posting Komentar